Jumat, 05 Agustus 2011

Efektivitas Trichoderma harzianum Sebagai Pengendali Hayati Penyakit Lanas pada Bibit Tembakau Besuki NO (H 382)


Tembakau merupakan salah satu komoditas pertanian andalan yang dapat memberikan kesempatan kerja dan memberikan penghasilan bagi masyarakat. Peranan tembakau dan industri hasil tembakau cukup strategis dalam perekonomian nasional. Dari segi sosial, peranan hasil industri tembakau juga cukup strategis karena mampu menyediakan lapangan kerja cukup besar, sistem dan usaha agribisnis tembakau mulai dari hulu sampai hilir yang banyak menyerap tenaga kerja serta banyak petani yang menggantungkan sumber pendapatannya dari usaha budidaya tembakau tersebut. Selain itu, tembakau menunjang pembangunan nasional berupa pajak dan devisa Negara. Penerimaan negara melalui cukai hasil tembakau dari tahun ke tahun terus meningkat. Tahun 2010 penerimaan negara dari cukai hasil tembakau ditargetkan Rp 58,28 triliun. Target ini merupakan peningkatan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yakni tahun 2006 sebesar Rp 42,03 triliun. Tahun 2007 sebesar Rp. 43,54 triliun, tahun 2008 sebesar Rp 51,25 triliun, tahun 2009 sebesar Rp. 56,72 triliun ( Koran Sore Wawasan, 2010).
Tembakau cerutu merupakan komoditas ekspor nonmigas yang memberikan kontribusi tinggi terhadap devisa negara Indonesia. Tembakau ini digunakan sebagai bahan pembungkus dan pengisi cerutu. Pada saat ini juga digunakan sebagai pembalut yang harganya jauh lebih mahal terutama dari tembakau bawah naungan. Kualitas tembakau cerutu sangat menentukan harga lelangnya. Tembakau cerutu dikatakan berkualitas tinggi jika daunnya sehat dan bebas penyakit. Indonesia mempunyai beberapa jenis tembakau cerutu, dua di antaranya merupakan unggulan, yaitu cerutu Deli dan cerutu Besuki. Namun kedua jenis tembakau ini sekarang menghadapi kendala produksi akibat adanya penyakit. Serangan penyakit pada tembakau cerutu Besuki meningkat dari tahun ke tahun sehingga produksi dan produktivitasnya terus menurun. Penyakit utama tembakau cerutu besuki antara lain adalah penyakit patik (Cercospora nicotianae), lanas (Phytophthora nicotianae), dan batang berlubang (Erwinia carotovora). Kerugian yang ditimbulkan akibat penyakit pada tembakau cerutu besuki diperkirakan mencapai Rp2,4–12,45 juta/ha. Bahkan kerugian akibat penyakit ini menyebabkan harga daun bahan pembalut turun menjadi DM0,08–0,24/lembar daun (Hidayah dkk., 2007).
Salah satu penyakit yang sering menyerang bibit tembakau adalah penyakit lanas. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Phytophthora nicotianae yang mana jamur tersebut secara lambat namun pasti menyerang tanaman melalui akar dan bagian bawah batang tembakau (Rismansyah, 2010). Menurut Soeripno (2001), P. nicotianae merupakan penyakit yang mematikan mulai pembibitan sampai tanaman dewasa di lapangan. Penyakit lanas mulai terjadi pada tanaman tembakau berumur 35 hst sampai 105 hst hingga mencapai rata-rata 4,88 % - 63,96 % (Roeswitawati dkk., 2004). Jamur P. nicotianae  yang sering disebut busuk batang maupun penyakit black shank tidak hanya menyerang di Indonesia melainkan menyerang daerah penanaman tembakau di Afrika, USA, Uni Eropa dan wilayah Asia (Erwin dkk., 2004). Di Jember, Jawa Timur penyakit ini menimbulkan kerugian hasil hingga 45,22 % ± 25,29 % (Dalmadiyo, 2001).
Pengendalian penyakit pada tembakau cerutu sampai saat ini masih mengandalkan pestisida kimiawi, padahal pentingnya keamanan suatu produk dan lingkungan sudah mulai dicanangkan sebagai salah satu syarat pemenuhan kualitas tembakau cerutu yang diajukan oleh pembeli tembakau cerutu. Selama ini budidaya ramah lingkungan yang memperhatikan konservasi tanah (tidak merusak kesuburan tanah), tidak mencemari tanah dan sumber air dengan pupuk dan pestisida kimiawi yang berlebihan, ikut melestarikan sumber daya hayati, melindungi hutan lindung, dan tidak menyebabkan pencemaran udara (emisi gas) belum bisa terpenuhi secara maksimal. Untuk memenuhi kriteria tersebut sekaligus keamanan konsumen, alternatif pengendalian yang lebih ramah lingkungan perlu segera dikembangkan. Pengendalian penyakit yang ramah lingkungan antara lain adalah pengendalian yang lebih memperhatikan kesehatan masyarakat dan lingkungan serta mendukung pertanian jangka panjang yang berkelanjutan, misalnya dengan perbaikan sistem budi daya untuk menurunkan ketahanan hidup patogen, pemanfaatan musuh alami/antagonis yang sudah tersedia di alam, perbaikan ekologi pertanian yang kondusif bagi antagonis dan ketahanan tanaman terhadap cekaman alam (Hidayah dkk., 2007).
Penanggulangan penyakit lanas yang disebabkan oleh P. nicotianae perlu dilakukan dengan cara pengendalian yang tepat. Menurut Hilman (2010), salah satu cara pencegahannya adalah melakukan sanitasi pengolahan tanah yang matang memperbaiki drainase penggunaan pupuk kandang yang telah masak, rotasi tanaman minimal 2 tahun dan menggunakan varietas tahan seperti Coker 48, Coker 206 NC85, DB 102, Speight G-28, Ky 317, Ky 340, Oxford 1, dan Vesta 33 (Lucas 1975, Powel 1988, Melton 1991 dalam Hilman, 2010). Pengendaliannya dapat dilakukan dengan penyemprotan fungisida pada pangkal batang dengan menggunakan fungisida. Alternatif cara pengendalian lainnya adalah menggunakan suppressive soil (Roeswitawati dkk., 2004). Menurut Edwin dkk. (2004), tindakan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain dengan sanitasi, pengaturan kondisi lingkungan, penggunaan varietas tahan, penggunaan bubur Bordeaux, serta penggunaan mikroorganisme antagonis. Penggunaan agen antagonis untuk pengendalian hayati patogen-patogen yang bersifat tular tanah akan sangat menguntungkan, karena selain tidak menimbulkan efek samping yang membahayakan lingkungan hidup, pengendalian hayati tersebut dapat efektif untuk periode yang cukup lama. Salah satu mikroorganisme antagonis yang berpotensi dalam pengendalian hayati adalah cendawan Trichoderma harzianum.
T. harzianum adalah salah satu jenis fungi yang berpotensi sebagai pertahanan tanaman terhadap penyakit tanaman (fitopatogen) dan pemacu pertumbuhan tanaman (Chaverri dan Samuels 2002; Chet 2001; Harman 1996; Marco dan Felix 2002 dalam Putri, 2007). Keunggulan T. harzianum antara lain mengunakan biaya relatif rendah untuk ditumbuhkan, mempunyai pengaruh positif pada keseimbangan tanah, dan tidak mempunyai efek berbahaya pada manusia. Sebagai biokontrol, T. Harzianum dapat bertindak antara lain membentuk koloni di tanah atau pada bagian tanaman lalu mencegah pertumbuhan fitopatogen, memproduksi enzim perusak dinding sel fitopatogen, memproduksi antibiotik yang dapat membunuh fitopatogen, menunjang pertumbuhan tanaman, menstimulasi mekanisme pertahanan tanaman (Monte 2001 dalam Putri, 2007). Trichoderma harzianum diugunakan untuk mengendalikan penyakit tular tanah ( Gonoderma sp, Jamur Akar Putih, dan Phytopthora sp) (Goenadi, 2009). Penggunaan Biofungisida Trichoderma harzianium merupakan salah satu alternatif dalam mengendalikan penyakit tanaman yang disebabkan oleh jamur patogen tular tanah ( Wahyudi, 2008).
Penelitian tentang pengaruh Trichoderma harzianum untuk menekan populasi patogen telah banyak dilakukan. Antara lain penelitian Misni dkk. (2004), menunjukkan bahwa Trichoderma harzianum dapat menekan perkembangan penyakit layu Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici (Sacc.) pada tanaman tomat sebesar 80 % dan dapat mempertahankan presentase bunga menjadi buah 71,47 % serta meningkatkan produksi tanaman. Hasil penelitian Sukamto dkk (1999) menunjukkan Trichoderma koningii dapat menekan presentase kematian bibit kakao yang disebabkan Phytophthora palmivora sebesar 41,19 %. Selain itu, T. koningii juga dapat menekan perkembangan Rhizoctonia solani, Sclerotium rolfsii (Sulistyowati dkk., 1997). Hasil penelitian Nesmith (2001), bahwa T.koningii efektif mengendalikan Rhizoctonia solani sebesar 70,24 % dan Sclerotinia sclerotiorum sebesar 90 % yang merupakan penyebab penyakit damping off dalam pembibitan tembakau serta mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian Dianti (2005) menunjukkan bahwa Trichoderma harzianum mampu menekan persentase kerusakan akibat serangan P. nicotianae pada bibit tembakau sebesar 39, 128 %.

Sumber: Nala, N. 2010. Efektivitas Trichoderma harzianum Sebagai Pengendali Hayati Penyakit Lanas pada Bibit Tembakau Besuki NO (H 382). Jember : Politeknik Negeri Jember (tidak dipasarkan)

2 komentar:

Other

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...